Mengejar Pahala Atau Ridho-Nya

Bisa dipastikan sebagian besar umat Muslim tahu dan mengerti bahwasanya bulan Ramadhan adalah bulan diadakannya obral bonus dari yang Maha Kaya kepada Umatnya. Setiap ibadah sunnah disetarakan pahalanya seperti ibadah wajib atau Fardhu, dan ibadah yang sifatnya fardhu pahalanya dilipat gandakan. Bulan Ramadhan juga merupakan bulan keberkahan. Salah satu contoh kecilnya adalah di keluarga saya, bisa dipastikan dari 11 bulan lainnya yang ada sangat jarang kami bisa berkumpul sejenak hanya untuk bisa makan bersama, akan tetapi di bulan Ramadhan ini hampir setiap hari tidak luput dari santap bersama. Subhaanalloh, benar-benar bulan yang penuh berkah.

Akan tetapi ada satu hal yang bagi diri saya pribadi baru sadari, dari bulan-bulan ramadhan sebelumnya, baru bulan ini yang jika dibandingkan prosentase “menyemarakkan Ramadhan” dengan tahun –tahun sebelumnya, sangat jauh dan bisa dikatakan ada banyak kemunduran. Dan kalau dilihat dari segi kesibukan justru lebih sibuk dari tahun-tahun yang lalu. Dan keadaan saya seperti saat ini, jika dikruskan dengan hadist Nabi yang mengatakan, “sebaik-baik orang adalah yang hari ini lebih baik dari kemarin”, saya telah termasuk orang yang tidak baik, bahkan ekstrimnya bisa dikatakan orang yang sangat-sangat merugi.
Dalam keadaan seperti ini sempat juga otak saya berontak dan mengeluarkan sebuah hujjah atau dalil untuk membenarkan sikap saya ini. Otak saya bilang “ Ngapain juga berlomba-lomba memperbanyak kebaikan demi untuk mendapatkan banyak pahala dalam sebulan ini, toh semua itu dilakukan semata-mata karena embel-embel mendapat lipat gandaan pahala, bukan karena Alloh semata, kan itu nggak ihlas namanya, lagian juga kalau bulan Ramadhan sudah habis, nggak ada yang berubah dari biasanya”. Astagfirulloh hal Adziim,otak sayapun sempat berkata seperti itu, dan hati sayapun sempat membenarkan.

Mungkin saya memang salah satu atau bahkan seorang diri yang berpendapat seperti itu, tapi jika kita mau jujur lebih dalam, pernahkah kita sekali saja melakukan kebaikan semata-mata karena Alloh, bukan karena pahala ataupun bukan karena surganya. Pernahkah kita mencoba bertanya pada diri kita sendiri; sanggupkan kita beribadah tanpa mengharapkan apa-apa hanya tulus ihklas untuk Alloh semata. Dan lebih jauh lagi jika kita cermati disetiap niat yang kita baca, apapun itu. Entah niat akan sholat, zakat, puasa, haji, bahkan mandi besarpun ada satu kalimat diakhir niat kita yang seringkali kita baca yaitu “Lillahi Ta’ala” (karena Alloh Ta’ala semata) bukan lil’jannah, lin’naas, lil’pahala atau karena-karena yang lainnya.

Terlepas dari itu semua, saya pribadi belum sepenuhnya bisa sejauh itu, karena selain masih sangat dhoif, sangat awam juga seringkali melakukan sesuatu secara setengah-setangah. Dan mungkin otak saya berkata seperti itu tadi hanya karena melihat orang lain bisa lebih giat, bisa lebih rajin beribadah, dan saya tidak sehingga tumbuhlah penyakit hati di dalam diri saya, hingga otak saya berkata demikian. Dan yang jelas, marilah kita besama-sama belajar, sekecil apapun kita berbuat kebaikan marilah kita senantiasa meniatinya karena Alloh Ta’ala (Lil’laahi Ta’ala) bukan karena yang lain. Semoga. (ismanadi)

Tulisan ini juga pernah di posting di Kompasiana - Puasa Dulu Baru Lebaran dengang tags Hikmah.
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال