
Pengadaan Laptop untuk Sekolah Rakyat: Dukungan dan Kekhawatiran
Kementerian Sosial berencana membeli lebih dari 15.000 laptop untuk setiap siswa Sekolah Rakyat. Langkah ini muncul di tengah penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang dipimpin oleh Nadiem Makarim sebelumnya.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyatakan bahwa pemerintah telah mengalokasikan sekitar Rp140 miliar dari total anggaran operasional Sekolah Rakyat sebesar Rp7 triliun yang berasal dari APBN. Uang tersebut akan digunakan untuk pembelian laptop dan seragam siswa. Ia menegaskan bahwa proses pengadaan laptop akan dilakukan secara transparan dan didampingi oleh aparat penegak hukum.
Namun, para pengamat pendidikan seperti Ubaid Matraji menilai bahwa pembelian laptop ini bisa menjadi pintu masuk bagi praktik korupsi. Menurutnya, anggaran sebesar itu lebih baik dialokasikan untuk kebutuhan prioritas dunia pendidikan, seperti pelatihan guru, penguatan kurikulum, perbaikan infrastruktur, serta penciptaan lingkungan belajar yang aman dan nyaman.
Pandangan Guru dan Wali Murid
Kepala Sekolah Rakyat Menengah Akhir 18 Blora, Jawa Tengah, Tri Yuli Setyoningrum, menyampaikan bahwa pengadaan laptop sangat penting dalam sistem pembelajaran learning management system (LMS) yang diterapkan. "Kami sangat mengharapkan adanya laptop dalam pembelajaran anak-anak," ujarnya. Ia menjelaskan bahwa sistem pembelajaran multi entry, multi exit membutuhkan penggunaan laptop agar siswa dapat belajar secara fleksibel.
Siti Musyarofah, wali murid di sekolah tersebut, mendukung program pengadaan laptop karena merasa bahwa fasilitas ini akan membantu anaknya dalam masa belajarnya. "Daripada uang disalahgunakan untuk jajan yang tidak menyehatkan, lebih baik fasilitas yang bisa membuat dia lebih baik ke depannya," katanya.
Penilaian Terhadap Prioritas Pengadaan Laptop
Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, rencana pengadaan laptop ini dinilai sebagai kebijakan yang keliru. Ia menilai bahwa pengadaan laptop menunjukkan kesalahan prioritas dalam tata kelola pendidikan. "Ini bukan solusi, melainkan gejala dari cara pandang yang dangkal terhadap akar masalah pendidikan di Indonesia," ujarnya.
Ubaid menegaskan bahwa prioritas utama pendidikan adalah pada ekosistemnya, bukan pada alat. Ia menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada peningkatan kapasitas guru, perbaikan kurikulum, serta infrastruktur yang layak. "Jangan sampai program Sekolah Rakyat ini justru menjadi ATM bagi para koruptor, sementara anak-anak tetap diabaikan," tambahnya.
Respons Menteri Sosial
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyatakan bahwa setiap siswa dari SD hingga SMA di Sekolah Rakyat akan mendapatkan satu laptop dan seragam. Ia menekankan bahwa pemerintah berkomitmen untuk mencegah korupsi dalam pengadaan laptop dan seragam. "Saya sudah perintahkan, belajar dari yang bermasalah sebelumnya, silakan semua diproses dengan baik dan benar," ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa proses lelang akan dilakukan secara transparan dan terbuka, dengan pengawasan langsung dari aparat penegak hukum. "Jika menemukan penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan anak buahnya, saya akan melaporkannya ke penegak hukum," klaimnya.
Masalah Pengadaan Laptop Sebelumnya
Kejakatan Agung (Kejagung) tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek periode 2019-2022 dengan pagu anggaran Rp9,9 triliun. Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yang diduga menyebabkan kerugian negara hampir Rp2 triliun.
Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sedang menyelidiki dugaan korupsi proyek pengadaan komputer dan laptop di perusahaan BUMN PT INTI pada 2017-2018. Kerugian negara akibat dugaan itu ditaksir mencapai Rp180 miliar.
Modus Korupsi Pengadaan Laptop
Direktur riset Kopel Indonesia, Anwar Razak, menjelaskan beberapa modus dalam praktik dugaan korupsi pengadaan laptop di instansi pemerintahan. Pertama, persekongkolan antara oknum pemerintah dengan pengusaha, mulai dari proses perencanaan hingga pelaksanaan. Kedua, pengadaan laptop dengan spesifikasi yang tidak sesuai. Ketiga, pengelembungan biaya pembelian. Keempat, pengadaan fiktif.
Anwar menilai bahwa pengadaan laptop ini menggiurkan karena jumlah pengadaan, anggaran, dan keuntungan yang besar. "Ini menjadi incaran para kontraktor. Satu kali menang saja keuntungannya sangat besar bagi penyedia, akhirnya terjadilah suap menyuap," katanya.
Solusi untuk Menghindari Korupsi
Menurut Anwar, lelang harus dilakukan dengan sistem terbuka. Dari proses katalognya, sparepart-nya, kebutuhannya, penentuan harga, pemenang tender, hingga pelaksanannya dibuka ke publik. Selain itu, sistem pengawasan barang dan jasa harus diperkuat. "Para pengawas harus benar-benar melihat dan mengawasi proses pengadaan," ujarnya.