
Bupati Pati Menyampaikan Permintaan Maaf atas Kebijakan 5 Hari Sekolah
Bupati Pati, Sudewo, mengakui bahwa kebijakan lima hari sekolah yang diterapkan di Kabupaten Pati bukanlah kesalahannya sendiri. Ia menyalahkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Pati karena tidak memperhatikan masukan dari PCNU setelah menandatangani surat keputusan (SK) terkait kebijakan tersebut.
Keputusan ini diambil setelah PCNU Pati merilis maklumat pada Minggu (10/8/2025). Dalam maklumat tersebut, PCNU menuntut Bupati Sudewo untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat atas kebijakan yang dinilai tidak bermanfaat dan justru menimbulkan dampak negatif.
Ketua PCNU Pati, KH Yusuf Hasyim, menjelaskan bahwa dalam maklumat tersebut, pihaknya memberikan nasihat agar Bupati melakukan introspeksi diri dan memohon maaf atas kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, PCNU juga meminta Bupati menyampaikan permintaan maaf khusus kepada PCNU Kabupaten Pati terkait klaim sepihak tentang persetujuan kebijakan 5 hari sekolah.
Maklumat PCNU juga berisi beberapa poin penting, seperti:
- Mengajak semua pihak untuk menahan diri demi menghindari potensi konflik horizontal.
- Meminta peserta aksi 13 Agustus 2025 untuk bersikap santun, tidak anarkis, dan menjunjung akhlakul karimah saat menyampaikan aspirasi.
- Mengimbau seluruh elemen masyarakat, terutama warga Nahdliyin, untuk senantiasa berdoa dan istigasah agar Kabupaten Pati menjadi lebih baik.
Menanggapi maklumat tersebut, Bupati Sudewo menggelar konferensi pers pada Senin (11/8/2025) dan menyampaikan permintaan maaf. Namun, ia menegaskan bahwa kebijakan 5 hari sekolah bukanlah kesalahan dirinya, melainkan kesalahan dari Disdikbud Pati.
Sudewo menjelaskan bahwa saat ia mengusulkan kebijakan 5 hari sekolah, ia langsung mengundang PCNU Pati ke ruang kerjanya untuk berkonsultasi dan meminta saran. Tujuannya adalah agar kebijakan ini bisa diterapkan tanpa mengganggu pelaksanaan TPQ dan Madin.
PCNU memberikan saran agar kebijakan ini ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan dan PCNU. Plt Kepala Dinas Pendidikan kemudian duduk bersama dengan PCNU untuk membahas hal ini. Namun, ternyata saran tersebut tidak dijalankan oleh Plt Kadisdikbud.
Sudewo mengaku baru mengetahui belakangan ini bahwa rekomendasi dari PCNU tidak diakomodasi oleh Disdikbud Pati. Saat akan menandatangani SK pengesahan kebijakan 5 hari sekolah, ia bertanya kepada Plt Kadisdikbud apakah draf yang ditandatanganinya sudah sesuai dengan saran dan masukan PCNU. Plt Kadisdikbud menjawab bahwa semuanya sudah sesuai.
Selain itu, Sudewo juga bertanya apakah kebijakan ini tidak mengganggu TPQ dan Madin. Plt Kadisdikbud menjawab bahwa tidak ada gangguan. Akhirnya, Sudewo menandatangani SK tersebut.
Baru setelah mendengar informasi bahwa Aliansi Santri akan menggelar aksi unjuk rasa pada 13 Agustus, Sudewo mulai mempertanyakan kesalahannya. Ia kemudian menghubungi Ketua PCNU, KH Yusuf Hasyim, dan mengetahui bahwa masukan dari NU tidak diakomodasi oleh Dinas Pendidikan.
Dari situ, Sudewo baru menyadari bahwa kebijakan 5 hari sekolah ternyata mengganggu TPQ dan Madin. Bahkan, salah satu konsekuensinya adalah ibadah salat dipaksakan dilakukan di sekolah, termasuk salat Jumat di sekolah yang tidak memiliki fasilitas masjid.
Sudewo langsung menegur Dinas Pendidikan atas hal ini dan mengubah kembali kebijakan menjadi 6 hari sekolah. Ia menegaskan bahwa kebijakan 5 hari sekolah tidak boleh dilanjutkan karena kenyataannya mengganggu TPQ dan Madin.
Akhirnya, Sudewo menyampaikan permintaan maaf kepada PCNU dan seluruh warga Nahdliyin Pati atas kesalahpahaman ini. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini murni kesalahan internal Dinas Pendidikan, bukan niatan dirinya. Ia juga menyampaikan terima kasih kepada PCNU atas peran mereka dalam mendinginkan suasana dan mengimbau masyarakat untuk menjaga situasi kondusif.
Selain itu, Sudewo mengimbau seluruh warga nahdliyin untuk menahan diri dalam aksi 13 Agustus nanti.