
“Maaf pak, saya tidak tahu lagi apa yang harus saya lakukan,” kata seorang anak yang ada di situ. “Saya melemparkan batu itu karena tidak ada orang lain yang akan berhenti.” Air mata menetes menuruni dagu anak itu. Sambil menunjuk di jajaran mobil yang diparkir, dia berkata, “Itu adikku. Dia turun dari trotoar dan terguling jatuh dari kursi roda dan saya tidak bisa mengangkatnya” Sambil terisak-isak anak itu kemudian bertanya kepada sang eksekutif, “Apakah bapak mau membantu saya mengangkat adik saya itu? Dia kelihatannya terluka dan saya tidak sanggup mengangkatnya.”
Pengemudi itu tertegun sambil mencoba menelan ganjalan di tenggorokannya. Dia mengangkat adiknya anak itu kembali ke kursi roda, mengeluarkan saputangan dan menyeka luka dan baret-baret yang ada, sambil memeriksa untuk melihat bahwa semua akan baik-baik saja. “Terima kasih pak dan semoga Tuhan memberkati Anda,” kata anak itu bersyukur kepadanya. Pengemudi itu kemudian menyaksikan anak itu mendorong adiknya menuruni trotoar pulang ke rumah mereka.
Memerlukan waktu yang lama bagi pengemudi itu untuk kembali ke Jaguarnya…. sebuah perjalanan yang teramat panjang dan lambat. Dia kemudian tidak pernah melakukan perbaikan pada sisi pintu yang penyok itu. Dia biarkan penyok itu tetap ada di sana untuk mengingatkan agar tidak menjalani kehidupan ini terlalu cepat sehingga orang lain perlu melemparkan batu kepada dia hanya untuk mendapatkan perhatian dia.
Tuhan berbisik dalam jiwa kita dan berbicara kepada hati kita. Kadang-kadang ketika kita tidak punya waktu untuk mendengarkanNya, Dia telah “melempar batu” kepada kita. Ini adalah pilihan kita. Mau mendengarkan bisikan atau menunggu lemparan batu.
Sumber: Outlook Inbox
Diterjemahkan oleh:Lambang (http://islamabangan.wordpress.com)